Ke-Aku-an, Yang penekanannya difokuskan pada Aku/ego menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang oportunis, cinta diri dan congkak. Segala yang dilakukan berorentasi pada hasil yang ingin dicapai.
Penekanan pada Aku/ego, menjadikan manusia mengejar kehormatan diri, kehormatan di mata orang lain.
Kehormatan Aku, adalah kehormatan yang berasal dari status dan kepemilikan, bukan berasal dari tingginya kualitas diri.
Menurut dirinya sendiri, dia adalah suatu figur yang terhormat, tetapi orang lain belum tentu menghormatinya, mungkin malahan memandangnya rendah, apalagi bila ada perbuatannya atau kepemilikannya yang mempunyai reputasi tidak baik di mata orang lain.
Penekanan pada Aku/ego, menjadikan hidup manusia penuh dengan harapan, semangat dan kegairahan untuk mengejar prestasi dan gengsi, dan kepuasan diri (dan kesombongan) atas pencapaian yang dihasilkannya.
Tetapi penekanan kepada Aku/ego, juga menyebabkan manusia jatuh ke dalam kesengsaraan, rasa penasaran, ketidakpuasan dan rasa terhina, iri dan dengki, yang berasal dari ketidakmampuan dirinya mengejar harapan dan prestasi, kualitas diri, status dan kehormatan di mata manusia lain.
Penekanan pada Aku/ego, mendorong manusia mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri, apalagi tidak adanya kehadiran penegak hukum, yang dapat menyebabkan orang melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan menghalalkan cara demi tercapainya hasrat dan tujuan. Perilaku yang menyebabkan manusia jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.
Semua kodrat dan hakekat manusia yang ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan sesuai kemauanku, dan semua keinginan-keinginan, semua pemikiran-pemikiran dan semua kepercayaan dan keyakinan yang Aku miliki, itulah Sejatinya Aku.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang lebih idealis, realistis dan lebih mengutamakan kualitas diri, yang merupakan dorongan dan tuntutan dari Sukma Sejati-nya. Semua yang dilakukan bukan hanya berorentasi pada hasil yang ingin dicapai, tetapi juga pada prosesnya.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia lebih otonom, memiliki kesadaran untuk memilih perbuatan yang baik daripada yang tidak baik, perbuatan yang berguna daripada yang sia-sia. Lebih mampu untuk menahan diri dan membatasi diri.
Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia mampu menyangkal dirinya, menyangkal ke-Aku-an/egonya, memiliki kesadaran untuk lebih mampu menahan diri dan membatasi diri, lebih mampu untuk hidup prihatin dan lebih mampu menekan hasrat duniawinya.
Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia kurang bergairah mengejar keduniawiannya, menjadikan taraf hidupnya lebih rendah daripada mereka yang mengedepankan Aku.
Tetapi bagi mereka yang mengenal dirinya, mengenal potensi-potensi dan kesempatan-kesempatan yang dimilikinya, mengenal tujuan hidupnya, akan dapat membangun dirinya dan membangun kehidupan yang lebih maju, dapat memaksimalkan apa yang ingin diraihnya tanpa harus kehilangan kesejatiannya.
Mereka yang berpegang pada kesejatian diri, Sukma Sejati-nya akan memberinya “kekuatan”, semangat, ide-ide, ilham dan jawaban-jawaban, tentang segala sesuatu yang harus dilakukannya tanpa harus kehilangan kesejatiannya.
Penyatuan seseorang dengan sang Sukma Sejati, akan menuntunnya melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih besar, hasil yang lebih baik dan berkualitas, daripada perbuatan yang hanya menekankan pada ke-Aku-an/ego semata.
Sungguh ironis sekali bangsa ini.
Bangsa yang memiliki konsep Sukma Sejati, kesejatian diri, tetapi dalam kesehariannya lebih mengedepankan Aku/ego, bukan Sejatinya Aku.
Penekanan pada Aku, menjadikan bangsa ini mengejar kehormatan diri, kehormatan bangsa di mata bangsa lain, kehormatan dan kesombongan yang berasal dari status dan kepemilikan negeri, bukan kehormatan dari baiknya kesejatian diri bangsa.
Penekanan pada Aku, mendorong anggota-anggota masyarakat bangsa ini mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri (rambu-rambu lalu-lintas saja tidak dipatuhi). Perilaku yang menyebabkan bangsa ini jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.
Sukma Sejati akan menjadi Guru Sejati, yang akan memberi pencerahan setiap saat dan menuntun kepada segala sesuatu perbuatan benar yang harus dilakukan.
Sukma Sejati akan menjadikannya Aku yang baru, sebuah pribadi baru yang merupakan pengejawantahan kesejatian pribadi sang Sukma Sejati.
Sukma Sejati akan hidup kuat di dalam dirinya, dan menjadi kekuatan dalam hidupnya.
Bangsa di peradaban maju, walaupun tidak mengenal konsep Sukma Sejati, tetapi telah mengamalkan kesejatian diri, sejatinya pribadinya mengakar dalam kehidupannya sehari-hari.(ObieGoes)