SUKOHARJO. Kartasura-Thinthier Setia Hati, Spiritual itu bukan soal kau harus menemui siapa atau kau harus pergi kemana-mana. Karena sehebat apapun guru atau orang yang kau temui dan sejauh apapun kau pergi berziarah, pada akhirnya semua hanya akan kembali pada dirimu sendiri.
Jadi kalau mau nyari guru spiritual, carilah mereka yang mengajarkanmu dan membimbingmu untuk mengenal dirimu dan membantumu menjadi dirimu sendiri. Karena hanya dari situ kau nanti akan kenal dengan guru sejatimu, yang selanjutnya kau akan tahu bagaimana adab bersopan santun kepada Tuhanmu.
Jadi apa yang kau cari, nak……!!???.
Kau belajar spiritual kesana dan kesini…?. Jika kedamaian dan ketentraman yang kau cari masih diluar dirimu, semua itu tidak ada di luar dirimu. Tapi ada di dalam batin/jiwamu sendiri. Jika ini dulu yang bisa kau pegang, kemanapun kau pergi dan dimana pun dirimu serta ketemu siapapun dirimu, kau hanya akan merasakan syukur dan terima-kasih yang akan muncul.
Ngelmu iku kelakone kanti laku. Pengetahuan bisa diajar/transferkan, tapi spiritual/kebijaksanaan tidak mungkin bisa diwariskan. Spiritual itu empiris, jika kau ingin tahu rasanya garam ya harus makan garam, harus punya pengalaman makan garam sendiri. Kalau agama itu dogmatis, seperti mempercayai rasanya garam berdasarkan ceritanya atau katanya orang lain tanpa pernah merasakan rasanya garam sendiri secara langsung tentu cerita hanya tinggal cerita bentuknya bunyi huruf dan suara saja tanpa kesan dan makna.
Di Nusantara ini gudangnya guru-guru nak.., Guru laku spiritual seperti itu tapi kebanyakan dari mereka tersembunyi dan tidak mau serta enggan menampakan diri atau tersamarkan. Manusia-manusia yang penuh welas asih pada sesama, penuh ketulusan dan kemurnian di jiwanya. Mereka bisa begitu ya karena terbiasa olah laku meditasi/Suluk Spiritual. Biasanya juga diiringi olah laku Ngurangi dahar lan sare (mengurangi makan/berpuasa dan mengurangi tidur).
Di zaman digital ini, kita harus lebih jeli lagi. Karena semua orang bisa khotbah dan banyak orang terbiasa ceramah tapi mereka belum tentu bisa patrap laku sesuai dengan apa yang telah di ceramahkan/dikhotbahkannya itu. Sebagian dari mereka sudah berani bertopeng kebajikan. Bahkan kita kadang tidak bisa lagi membedakan mana hoak mana kebenaran, mana Malaikat, mana Iblis. Ada malaikat di Iblis-Iblis-kan dan Iblis disanjung sanjung bak Malaikat karena dogma dan pikiran dikendalikan dan dibesarkan oleh prasangka, memanfaatkan kesilafan indera manusia yang mudah tertipu dengan bentuk yang dikesankan seolah-olah ……….., tidak sedikit Iblis yang bertopeng Malaikat. Jadi untuk menilai seseorang, jangan lihat dari penampilan, pemikiran apalagi cuma kata-katanya, tapi lihatlah bagaimana dalam perbuatan dan kehidupan sejatinya .
Jadi anda harus lebih hati-hati lagi, jika bertemu dengan ORANG-ORANG MACAM SAYA, yang kerjaannya merangkai kata Wkwkwkwkkkk………
Hehehe…
Mengidolakan seseorang itu tidak jelek, tapi alangkah lebih tepat jika kalau suka dan percaya itu pada diri sendiri. Temukan dirimu sendiri, jadilah dirimu sendiri.
Hidup adalah petualangan sendirian. Ketika kau telah kenal/akrab dengan dirimu sendiri, dirimu itu akan membimbing kepada guru sejatimu, Kau tidak akan takut/kesepian lagi walau harus berjalan sendirian.
Perpisahan, kehilangan, memang sering menimbulkan luka dan kesedihan. Tapi yakinlah, luka dan deritamu itu yang akan membuatmu semakin kuat. Dan suatu saat kau akan berani. Dan suatu saat kau akan berkata,
“Petualangan ini tidak akan membuatku kehilangan apa-apa, selain hanya kehilangan belenggu-belenggu keduniawianku saja.”
Mari gumbregah dan greget untuk bangun membangunkan girah dan gairah kita untuk mendalami dunia hening untuk menuju alam kebijaksanaan mengunduh pengetahuan tanpa huruf dan tanpa suara namun mengalir penuh makna menghunjam dalam hingga sampai didasar sukma alam bawah sadar. Dipuji dan dicaci menjadi tidak penting lagi karena aku tidak butuh pengakuan.
Sekali lagi aku bertanya, Apa yang kau cari nak…!!!???.(ObieGoes)