SEJATInya Manusia, Manusia SEJATI

oleh
oleh

SUKOHARJO. Kartasura- Thinthier Setia Hati, Manusia Jasmani dan Manusia Ruhani dapat diartikan pula bahwa Manusia itu terdiri dari fisik (tubuh, raga) dan metafisik (rohani, spiritual) Manusia, yang keduanya adalah merupakan dua unsur yang menyangga hidup. Hal ini diyakini hampir semua agama yang ada di muka bumi ini. Namun, unsur metafisiklah yang menjadikan manusia punya nilai lebih atau nilai tambah dalam melakoni hidup dan kehidupannya. Ini berarti, nilai tambah manusia dalam kehidupan, sejatinya, tidak ditakar dari unsur fisiknya, tetapi ditentukan oleh unsur metafisiknya, yaitu ruh dan perangkat-perangkat lunak atau unsur dalam lainnya.

Nilai manusia, memang, tidak terlalu mahal jika ditakar dari fisiknya. Hanya jutaan rupiah. Mayat yang diawetkan (cadaver)  dan dipakai pembelajaran anatomi, bedah dan otopsi mayat atau praktikum mahasiswa di laboratorium Fakultas Kedokteran pada kisaran harga 5-20 juta. Tubuh fisik manusia harganya sangat murah, andai saja dihitung atau diuraikan unsur-unsur yang terdapat didalam tubuh manusia sangat murah dan tidak ada nilainya. Dalam setiap raga manusia, kira-kira ada unsur lemak yang kalau dikumpulkan hanya cukup membuat tujuh potong sabun kecil-kecil.

Ada unsur karbon yang kalau dikumpulkan (dijadikan satu) kira-kira hanya untuk membuat beberapa potong isi pensil. Ada lagi unsur fosfor (besi) yang kira-kira paling banyak bisa dipakai untuk membuat 120 batang korek api. Ada juga unsur salt, garam magnesium yang cukup yang untuk minum obat sakit perut sekali. Di samping itu, ada unsur zat besi yang kira-kira bisa dipakai untuk membuat satu potong pasak ukuran sedang, Selain itu, ada unsur kapur yang hanya bisa dipakai untuk mengapur tembok berukuran kira-kira 1×1 meter. Ada lagi unsur belerang yang kira-kira bisa dipakai untuk menyiram dan membersihkan kutu seekor anjing. Yang terbanyak adalah unsur air kira-kira 10 galon. Jika seluruh unsur atau bahan kimiawi yang dikandung tubuh manusia (sempurna) itu dijual atau dibeli dari sebuah toko, niscaya tidak akan mengeluarkan banyak uang.

Lalu apa yang membuat nilai manusia bisa tinggi dan dihargai mahal..?!, Jawabannya karena adanya unsur metafisik: ilmu, agama, dan moral. Kemuliaan manusia terletak pada keseluruhan kepribadiannya yang meliputi kemampuan intelektual, moral dan spiritualnya.

Ketiga kemampuan ini membuat manusia menjadi terhormat, tidak ada di atas manusia kecuali Tuhan. Sebagai contoh, dari segi akal, manusia memiliki akal kreatif. Sedangkan malaikat mempunyai akal normatif. Alquran tidak pernah menyebut malaikat dengan yatafakkarun (berpikir).

Kalau pun disebut, dalam beberapa ayat, kemampuan malaikat adalah ya’lamun (sekadar tahu) atau ya’qilun (bisa mendayagunakan atau memfungsikan potensi nalarnya). Kalau diilustrasikan, misalnya pernyataan ” gedung itu bukan rumah “. Pengetahuan ini disebut ya’lamun, tetapi belum tentu ya’qilun. Ia baru ya’qilun kalau mengetahui bahwa gedung tersebut buatan arsitektur ini, dibuat tahun sekian, atau kekuatan bangunannya begini-begitu. Akan tetapi, ia belum yatafakkarun, sebab belum bisa memikirkan bahwa gedung A lebih baik daripada gedung B, rumah A lebih kuat daripada rumah B. Yatafakkarun hanya disifatkan kepada manusia.

Di samping nalar kreatif, manusia juga diberi konsesi oleh Tuhan untuk memiliki pengetahuan kreatif: ” Wa ‘allama adama al-asma’ kullaha “, Ini berarti Nabi Adam memiliki ilmu yang bersifat interdisipliner. Potensi akal Nabi Adam yang kreatif diisi dengan pengetahuan kreatif. Malaikat berkeberatan atas rencana Tuhan menjadikan manusia Nabi Adam sebagai khalifah (duta) Tuhan di bumi.

Malaikat tahu bahwa manusia akan menimbulkan keruwetan, kerusakan dan menumpahkan darah di atas bumi. Dari sisi ini, malaikat benar, tetapi malaikat luput melihat sisi lain manusia. Tidak berpikir antisipatif bahwa manusia bisa menjadi makhluk yang berbudaya, yang membawa kemajuan-kemajuan di berbagai bidang dengan akal kreatifnya, yang berbeda dengan malaikat yang hanya memiliki nalar normatif dan sifatnya statis: ” la ‘ilma lana illa ma ‘allamtana “, (kami tidak tahu apa-apa selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Keunggulan Nabi Adam bukan terletak pada kesempurnaan fisik-biologisnya, melainkan pada kapasitas keilmuannya.

Kelebihan lain manusia seperti disebutkan Alquran adalah manusia sebagai ” Puncak Penciptaan , laqad khalaqna al-insana fî ahsani taqwim. “

Dari postur tubuh, perawakan, dan struktur tubuh manusia sungguh sangat sempurna. Kepala manusia berada di atas yang dilengkapi dengan kemapuan berpikir yang berada di otak. Karena berada di atas, maka kepala berfungsi sebagai pusat komando. Kemudian di bawahnya ada perut sebagai ‘dapur’ atau logistik. Baru kemudian mobilitasnya yang menggerakkan segala anggota tubuh berada di bawah, seperti kaki.

Dengan struktur demikian ini maka semestinya pusat komando manusia berada di atas, yaitu otak, bukan di tengah (perut) apalagi di bawah perut. Kejatuhan manusia disebabkan karena menuruti kemauan nafsu yang bersarang di perut dan bawah perut (kelamin).

Berbeda dengan struktur tubuh binatang: antara kepala, perut, dan kelamin sama-sama tidak jelas mana yang dominan. Kalau manusia tidak memiliki arah yang jelas mana yang menjadi pusat komando hidupnya, maka tidak jauh dari perilaku binatang. Dalam bahasa Alquran perilaku demikian itu disebut ulaika kal an’ami (mereka seperti binatang), bahkan bisa jatuh derajatnya melebihi binatang, bal hum adhall.

Selain struktur tubuhnya yang sempurna, manusia dilengkapi oleh Tuhan dengan satu komponen ilahiyyyah, suatu unsur yang mempunyai fungsi menghubungkan manusia dengan Tuhan, yaitu ruh.

Bagaimana dengan fungsi manusia…?!,

Secara umum ada dua fungsi manusia: penyembahan (‘abdullah) dan mandataris Allah (khalifatullah). Fungsi manusia tersebut tidak bisa lepas dari keadaan dan realitas kedudukan manusia sebagai makhluk biologis, makhluk istimewa dan makhluk sosial.

Perhatian yang sama berlaku dalam kaitan ibadah dengan fungsi khalifah manusia. Firman sangat memerhatikan bahwa manusia yang akan diajak untuk mengembangkan peradaban atau masalah-masalah bersama itu memiliki aspek biologis. Sebagai contoh, perintah nikah dianjurkan oleh agama karena berkenaan dengan kebutuhan biologis manusia. Bahkan dalam memilih pasangan pun, menurut sebuah hukum sahih, yang pertama kali ditekankan adalah faktor kekayaan (li maliha), baru beranjak ke face atau fisik (li jamaliha). Sebab aspek fisik lebih cepat menjadi pertimbangan-pertimbangan manusia sebagai makhluk biologis.

Setelah mempertimbangkan aspek fisik, baru kemudian memperhatikan dan mempertanyakan ” Siapa sih dia “ (asal usulnya, li nasabiha). Setelah itu baru kemudian mempertanyakan masalah “Apa dan bagaimana agamanya” (li diniha). Pemenuhan fungsi khalifah tidak boleh mengabaikan kedudukan manusia sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial.

Perhatian Kitab Suci terhadap kedudukan dan fungsi manusia tersebut karena mengingat bahwa Aktsaru n-nasi, ” Sebagian besar manusia “, kurang memperhatikan fungsi dasar dan kedudukannya dalam kehidupan. Pada konteks ini kalimat Sami’an Bashiran merupakan suatu metafora dari pengertian kemampuan berpikir.

Akhirnya, manusia memiliki nilai lebih apabila ia memaksimalkan unsur metafisiknya yaitu ilmu, agama, dan moralnya. Bukan fokus memenuhi kebutuhan fisiknya lalu melupakan fungsinya sebagai Abdullah dan Khalifatullah serta melalaikan kedudukannya sebagai makhluk biologis, makhluk istimewa dan makhluk sosial, yang dalam terminologi Tunas Integritas adalah manusia-manusia yang tidak silau dengan WOW Effects, karena Ruh, Rasa, Raga dan Rasionya telah berfungsi secara efektif, seimbang, proporsional, dan optimal.(ObieGoes)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.