Silsilah
Ketua Umum Persaudaraan Setia hati Pilangbango beliau Kakang Mas Bambang Dwi Tunggal adalah kadang asli Madiun terlahir di kota Kupang, NTT, beliau sejak muda sudah mempelajari pencak silat SH yang merupakan kebanggaan warga Madiun. Warga Madiun sangat bangga kalau sudah menjadi salah satu saudara dari satu organisasi SH apapun. Madiun adalah sebuah kota di bagian barat Provinsi Jawa Timur, merupakan bumi kandung kelahiran beberapa organisasi pencak silat setia hati.
Bambang Dwi Tunggal lahir di Kupang/NTT, 22 Juni 1953 merupakan anak ke 2 dari pasangan Saimun Notomiharjo dengan Endang Sulastri. Saimun Notomihardjo adalah seorang TNi berasal dari Dukuh Nglongko Desa Balerejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun sedang Endang Sulastri berasal dari desa Patihan Kota Madiun. Karena sang bapak sebagai militer pada sekitar tahun 1950an ditugaskan di Kupang NTT maka Bambang Dwi Tunggal dilahirkan disana. Tahun 1955 Bapak Saimun Notomiharjo dipindahtugaskan di kantor CPM Boyolali, Tahun 1956 dipindahkan lagi di Kantor CPM Semarang. Bulan Juni 1956 Bapak Saimun Notomiharjo meninggal dunia di Semarang dengan meninggalkan 3 (tiga) orang anak: 1. Purnomo Wulan 2. Bambang Dwi Tunggal dan 3. Bambang Prasetiyo (ketika sang Bapak meninggal masih dalam kandungan sang ibu). Tahun 1960 Ibu Endang Sulastri menikah lagi dengan Bapak Kasbul Hadi Pranoto seorang CPM TNI Angkatan Darat tinggal di Madiun dan memiliki 4 orang anak. 1. Budi Triono 2. Endang Sulistyowati 3. Emy Setiawati dan 4. Andiyatmiko. Sehingga Bambang Dwi Tunggal memiliki saudara kandung 7 orang. Dari garis Eyang Putri Rr. Soekatmi masih keturunan Bethara Katong (Brawijaya Pamungkas) yang dimakamkan di Ponorogo. Dari keturunan Eyang Kakung R. Ndimun Somomihardjo masih keturunan Eyang Brojoguno seorang demang sekitar Gunung Bancak Magetan.
Pendidikan dan Keluarga
Pendidikan Bambang Dwi Tunggal hanya sampai S1 jurusan Administrasi Negara disebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya. Pendidikan SD, SMP, SMA semua diselesaikan di Kota Madiun. Bambang Dwi Tunggal bekerja sebagai PNS di sebuah PTN tepatnya di Universitas Airlangga di Surabaya, dan Pansiun tahun 2009. Bambang Dwi Tunggal menikah dengan Yuliani dari Kelurahan Patihan Madiun seorang guru di SMPN 4 Kota Madiun mengajar matematika. Memiliki 3 orang anak: 1. dr. Galuh Raras Pramesti 2. Jolang Jati Pamungkas, S.T. 3. dr. Dayu Raras Kinanthi.
Masa Mempelajari Pencak Silat
Masa mempelajari pencak silat Setia Hati diawali oleh Eyang Hardjo Giring pada tahun 1968 SH PSC Jurus Kawak di kelurahan Patihan – Madiun. Di Lanjutkan oleh Kang Mas Sumardi tahun 1969 pencak Setia Hati Muda di Kelurahan Taman – Madiun. Tahun 1970 latihan di SH Terate Pusat Madiun dan disahkan sebagai warga SH Terate tingkat I tahun 1974. Pelatih di SH Terate tingkat Polos oleh Kang Mas Nyoman Diarse dilanjutkan Kang Mas Harsono dan Kang Mas Subagyo/Bagiyo Kalur. Tingkat Jambon dilatih Kang Mas Wisak dan Kang Mas Sunaryo. Di Tingkat Hijau dilatih Kang Mas Sunaryo dan Kang Mas Darsono. Tingkat Putih dilatih Kang Mas Sunaryo dan Kang Mas Lurah Darmoyo. Dikecer oleh Bapak Harsono putra Ki Hajar Hardjo Oetomo di Gedung IKIP Madiun Selatan Stadion Wilis Kota Madiun.
Latihan SH Terate tingkat II dilaksanakan pada tahun 1983 di Surabaya dilatih oleh Kang Mas Sentot Soetikno dan Kang Mas Panggul Gianto. Dilanjutkan latihan di SH Terate Pusat Madiun dilatih oleh Kang Mas Harly, Kang Mas Sukamto, Kang Mas Tarmaji Budi Harsono dan pelatih spiritual Kang Mas R.M. Imam Koessupangat. Disahkan SH Terate tingkat II oleh R.M. Imam Koessupangat dan saksikan Bapak Badini pada tahun 1985 di Gedung Balai Desa Oro-oro Ombo Kota Madiun.
Latihan jurus kawak SH PSC di surabaya diawali pertemuan dengan Bapak Harsono putra Ki Hajar Hardjo Oetomo tahun 1977 pada Pengesahan warga SH Terate cabang Surabaya di ranting Simolawang Surabaya. Pada saat itu para warga SH Terate yang bukan panitia pengesahan dibimbing oleh Bapak Harsono disebuah ruang kelas untuk dilatih beberapa jurus dan grippen. Pada saat itu Bambang Dwi Tunggal termasuk orang yang badannya tinggi sehingga selalu dipilih untuk praktek grippen oleh Bapak Harsono. Grippen yang diajarkan termasuk pelajaran baru bagi Bambang Dwi Tunggal karena belum pernah melihat model grippen seperti itu, sehingga membuat Bambang Dwi Tunggal penasaran dan terus mendalami ajaran SH PSC Jurus Kawak di ndalem Bapak Harsono Jl. Pemuda No. 118 Surabaya.
Sebenarnya banyak yang belajar jurus SH PSC antara lain Sdr. Sentot Sutikno, Panggul Gianto, Aliadi Ika, Pram Abraham, Budi Simolawang, Sunardi, Sutrisno, Jayus, Santoso, Tri Haryono, Hariyadi dan masih banyak lagi. Sayangnya para Saudara karena berbagai kesibukan tidak dapat melanjutkan sehingga yang belajar sampai selesai jurus 36 dan lain-lain ajaran termasuk grippen dan jurus senjata hanya Bambang Dwi Tunggal dan Sutrisno (asli desa Kertobanyon kabupaten Madiun) ketika dikecer tingkat I versi SH PSC pada tahun 1979 oleh Bapak Harsono di dalem Jl. Pemuda Surabaya hanya Bambang Dwi Tunggal dan Sutrisno saja.
Setelah dikecer versi PSC pada tahun 1979 latihan terus berlanjut untuk memperdalam grippen dan mempelajari jurus senjata berupa Pisau, krambik, toya, trisula dan pedang. Pedang tumpul dan trisula diberikan kepada Bambang Dwi Tunggal. Dahulu krambiknya dibuat dari kayu triplek dan pisau juga dibuat dari kayu. Pelajaran lain seperti olah nafas, meditasi dan lain-lain diajarkan setelah disahkan. Selanjutnya karena yang bisa dikecer versi PSC hanya dua orang yaitu Bambang Dwi Tunggal dan Sutrisno maka yang boleh melanjutkan belajar tingkat II atau tweede ya hanya dua orang itu. Maka setelah diberikan pelajaran tweede lalu Bambang Dwi Tunggal dan Sutrisno dikecer tweede versi PSC pada tahun 1983 di dalem Bapak Harsono Jl. Pemuda 118 Surabaya.
Bapak Harsono dalam memberikan ajaran SH PSC tidak mau memonopoli materi baik lahir maupun batin oleh karena Bambang Dwi Tunggal dan Sutrisno diberi pengantar untuk sowan kepada para sepuh SH PSC yang ada di Surabaya dan lain-lain. Beberapa sesepuh yang disowani Bambang Dwi Tunggal adalah Bapak Jendro Darsono Jl. Sumatra Surabaya, Bapak Ari Sutikno Dekat Pasar Turi Surabaya, Bapak Hardjo Sanyoto Jl. Dekat Pasar Kembang Surabaya, Bapak Suwignyo Jl. Karimun Jawa Surabaya, Bapak Margono Jl. Patua Surabaya, Bapak Isoyo Jl. Gubeng Kertaya Surabaya, Bapak Haryo Jl. Gubeng Jaya Surabaya. Bapak M. Koentjoro Sastrodarmojo Jl. Kutisari Surabaya. Bapak Sumo Sudardjo di Porong Sidoarjo, Bapak Niti di kota Malang, Bapak Hadi Subroto Jl. Lurusnya Jl. Bali Madiun, Bapak Sumaji dekat Jembatan Manguharjo Madiun, Bapak Hardjo Wagiran Jl. Bali Madiun. Bapak R. Koeswanto Jl. Merpati Madiun. Bapak Gunawan Pamuji Jl. Bawean Ponorogo. Dari banyak sesepuh itu banyak mengajarkan meteri fisik dan keSHan sehingga menambah khasanah keilmuan setia hati.
Pengesahan Deerde SH PSC
Dalam mempelajari keilmuan SH PSC Bambang Dwi Tunggal dari Bapak Harsono bisa sampai tuntas karena Bambang Dwi Tunggal istilahnya nyantrik di dalem Bapak Harsono Jl. Pemuda Surabaya dan sudah dianggap seperti anak sendiri, mengingat Bapak Harsono tidak memiliki keturunan. Pada tahun 1986 pada saat melekan malam Jumat Legi di dalem Jl. Pemuda Surabaya Bapak Harsono bercerita pada Bambang Dwi Tunggal kalau ketika di Madiun ditemui Bapak Hardjo Giring. Bapak Hardjo Giring bercerita kalau mau memberikan keilmuan tingkat III SH PSC karena beberapa kadang asuhan Bapak Hardjo Giring di Madiun sudah pada selesai belajar tweede dan mengingat Bapak Hardjo Giring sudah sepuh ingin menurunkan keilmuan deerde. Bapak Hardjo Giring dikecer deerde oleh Ki Hajar Hardjo Oetomo pada tahun 1936 di dalem Pilangbango Madiun. Bapak Harsono senang dan siap membantu Bapak Hardjo Giring untuk menurunkan keilmuan tingkat III dan akan dibarengkan kadang Surabaya yang dianggap sudah waktunya untuk diberikan deerde.
Bapak Harsono memanggil Bambang Dwi Tunggal untuk dimintai pertimbangan siapa kadang senior yang perlu diberikan keilmuan Tingkat III SH PSC. Bambang Dwi Tunggal memberikan masukan bahwa sebaiknya dipilih warga tingkat II senior SH Terate yang selama ini aktif sowan dan latihan di dalem Bapak Harsono di Surabaya.
Akhirnya beberapa orang warga senior tingkat II versi PSC dan Terate untuk ditanya apa mau disahkan Tingkat III versi SH PSC. Maka beberapa kadang menyatakan kesanggupannya dan Mas Sutrisno tidak bisa karena harus bekerja di Jakarta.
Hari Jumat Wage malem Sabtu Kliwon tanggal 28 Maret/29 Maret 1986 beberapa kadang disahkan Tingkat III di dalem Ki Hadjar Hardjo Oetomo Kelurahan Pilangbango Madiun dengan disaksikan oleh Ibu Hardjo Oetomo yang pada waktu itu masih sugeng. Dari Madiun asuhan Bapak Hardjo Giring ada tiga orang kadang; Mas Bambang Prasetiyo, Mas Gunanto, Mas Sujiantoro. Dari Surabaya 6 kadang: Sentot Soetikno, Panggul Gianto, Bambang Dwi Tunggal, Sudarmadji, M. Adi, Pram Abraham. Jurus Tingkat III diberikan oleh Bapak Hardjo Giring disaksikan dan dibenarkan oleh Bapak Harsono.
Bapak Hardjo Giring dalam wejangannya menginformasikan bahwa Beliau disahkan Tingkat III oleh Ki Hajar Hardjo Oetomo pada tahun 1936 dan jurus dan wejangan awal baru diturunkan pada malam hari ini (maksudnya pada pengesahan Tingkat III malam itu). Jadi Bapak Hardjo Giring menyimpan erat-erat ajaran tingkat III versi PSC selama 50 tahun. Bapak Harsono juga memberikan pembukaan wejangan tingkat III dan diputuskan supaya kelanjutan wejangan bisa diperoleh oleh yang sudah berhak menerima bisa ke Bapak Hardjo Giring di Madiun dan ke Bapak Harsono di Surabaya.
Keceran Deerde Versi SH Yang Lain
Bambang Dwi Tunggal senang mempelajari keilmuan Setia Hati sehingga senang sowan ke beberapa sesepuh untuk diberikan petunjuk keilmuan setia hati dari berbagai versi. Pada tahun 2005 Bambang Dwi Tunggal bertemu dengan kadang Didik AW pengesuh Paguyuban Sanggar Delima Surabaya. Paguyuban Sanggar Delima adalah sebuah perkumpulan yang mengajarkan keilmuan Persaudaraan Setia Hati. Paguyuban Sanggar Delima mengajarkan keilmuan SH mulai erste, tweede dan deerde (Tingkat I, II dan III) karena kadang Didik AW memang kadang Deerde SH di Madiun yang karena sesuatu hal memisahkan diri dan mendirikan Paguyuban Sanggar Delima.
Bambang Dwi Tunggal diterima sebagai saudara di Paguyuban Sanggar Delima dan pada tahun 2005 dikecer erste oleh Kadang Didik AW dan pada tahun itu pula bisa mengikuti kecer tweede. Persyaratan kecer deerde pada Paguyuban Sanggar Delima sangat berat karena harus bisa menyerahkan ayam Jago Putih Mulus Sanggar Delima. Ayam ini mencarinya sulit karena sulit untuk diternakkan, sehingga banyak kadang SH di Madiun maupun Paguyuban Sanggar Delimasecara keilmuan berhenti di tweede karena belum bisa memperoleh ayam Jago Putih Mulus Sanggar Delima.
Tahun 2006 Bambang Dwi Tunggal atas berkah Allah SWT bisa mendapatkan ayam Jago Putih Mulus Sanggar Delima sebanyak 3 ekor sekaligus. Dipakai kecer deerde cukup 1 ekor maka yang 1 ekor diberikan ke kadang Surabaya dan 1 ekor lagi diberikan ke kadang Nganjuk agar bisa mengikuti kecer deerde di Paguyuban Sanggar Delima. Pada tahun 2006 itulah Bambang Dwi Tunggal di kecer Deerde oleh Kadang Didik AW di Madiun disaksikan oleh Kadang Djoko Tawantoro juru kunci makam Ki Ngabehi Soero Diwirjo.
Penutup
Bambang Dwi Tunggal sebuah pribadi yang unik, Beliau telah lengkap mempelajari keilmuan Setia Hati sehingga tidak banyak orang yang bisa memperoleh keilmuan SH seperti itu. Dari beberapa aliran SH yang dipelajari, Bambang Dwi Tunggal mendapat amanah dari Bapak Harsono untuk melestarikan ajaran Ki Hajar Hardjo Oetomo karena yang dianggap paling lengkap menerima keilmuan SH PSC versi Bapak Harsono, maka Bambang Dwi Tunggal diberikan beberapa barang oleh Bapak Harsono berupa Baju Sakral, Pedang, trisula, dan sebilah keris, dengan pesan kabeh wis neng awakmu, kowe sing neruske ajaran Eyangmu (yang dimaksud adalah Ki Hajar Hardjo Oetomo).
Bapak Harsono adalah Kadang sepuh yang tajam mata batinnya karena bisa memprediksi apa yang akan terjadi dengan tepat. Tanpa proses yang rumit akhirnya atas ridho Allah SWT pada tanggal 22 September 2013 lahirlah Persaudaraan Setia Hati Pilangbango sebagai penerus ajaran asli Ki Hajar Hardjo Oetomo Pilangbango – Madiun. Ya.. Jurus Kawak ada dalam wadah baru Persaudaraan Setia Hati Pilangbango, yang saat ini di bawah kepemimpinan Bambang Dwi Tunggal sebagai Ketua Umum.
Eyang Hardjo Giring sebenarnya tetangga dekat keluarga Eyang Kakung Ndimun Somomihardjo yang dulu juga sama-sama belajar di SH PSC tapi tidak sampai disahkan karena harus pindah tugas di Pabrik Gula Candi Sidoarjo. Hubungan tetangga dekat ini akhirnya tercipta suasana paseduluran yang akrab sehingga menjadi seperti keluarga sendiri. Jadi selama ini ada informasi Bambang Dwi Tunggal adalah cucu Eyang Hardjo Giring sebenarnya hanya hubungan tetangga dekat saja yang manjing paseduluran dan memang semua cucu Eyang Ndimun Somomihardjo sudah seperti cucu Eyang Hardjo Giring sendiri, dan kebetulan beberapa juga belajar SH PSC pada Eyang Hardjo Giring.
Autentik : Bambang Dwi Tunggal