Kartasura – Dalam rangka memperingati peristiwa bersejarah perpindahan pusat kekuasaan Mataram Islam dari Kartasura ke Desa Sala pada tahun 1745, Greget Sejarah mengadakan kegiatan Jalan-Jalan Sejarah dengan tema “Menjelang Boyong Kedathon: Menapak Jejak Babad Kartasura.”
Kegiatan ini bertujuan untuk merekonstruksi peristiwa Boyong Kedathon dengan menelusuri jejak sejarah yang masih dapat ditemukan hingga kini. Melalui pendekatan historis dan eksploratif, peserta diajak untuk memahami lebih dalam dinamika sosial, politik, dan budaya yang melatarbelakangi pemindahan ibu kota Mataram Islam ke Sala, yang kemudian berkembang menjadi Surakarta. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi dan refleksi bagi masyarakat agar semakin mengenal dan menghargai warisan sejarah yang membentuk identitas daerah.
Dalam kegiatan ini, peserta diajak untuk mengunjungi beberapa situs bersejarah peninggalan Mataram Islam yang memiliki keterkaitan erat dengan peristiwa Boyong Kedathon. Beberapa situs yang menjadi tujuan perjalanan antara lain Situs Keraton Kartasura, Gunung Kunci, Segarayasa, dan Makam Pringgalaya.
Kegiatan edutrip ini dipandu oleh Dani Saptoni dari Solo Societeit, bersama rekan-rekan dari komunitas yang sama, yang memberikan pemaparan mendalam mengenai sejarah, fungsi, dan nilai penting dari setiap situs yang dikunjungi. Melalui perjalanan ini, peserta diajak untuk lebih memahami jejak sejarah Mataram Islam serta peristiwa besar yang mengiringi perpindahan pusat kekuasaan ke Sala.
Selain kegiatan edutrip dalam Jalan-Jalan Sejarah, acara ini juga menghadirkan pameran Wayang Babad Kartasura yang dipandu oleh Mas Dalang Ki Tulus Raharjo. Dalam sesi ini, peserta berkesempatan untuk mengenal lebih dalam mengenai Wayang Babad Kartasura, baik dari segi karakter tokoh, kisah yang diangkat, hingga makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Wayang-wayang yang dipamerkan akan diperlihatkan secara langsung kepada peserta, disertai penjelasan mendalam mengenai peran dan simbolisme setiap figur wayang dalam menggambarkan perjalanan sejarah Mataram Islam.
Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, baik remaja maupun dewasa, dengan rentang usia antara 17 hingga 40 tahun. Mayoritas peserta yang berpartisipasi dalam acara ini adalah anak muda, baik laki-laki maupun perempuan, yang memiliki ketertarikan terhadap sejarah dan budaya. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Solo, Yogyakarta, Sukoharjo, Semarang, dan Jakarta, menunjukkan bahwa minat terhadap sejarah Boyong Kedathon tidak hanya terbatas pada masyarakat lokal, tetapi juga menarik perhatian dari berbagai wilayah lain.
Keikutsertaan peserta dari latar belakang yang beragam ini mencerminkan semangat kebersamaan dalam melestarikan dan memahami sejarah, sekaligus menjadi bukti bahwa warisan budaya Mataram Islam masih memiliki daya tarik yang kuat bagi generasi masa kini.