SUKOHARJO. Kartasura – Thinthier Setia Hati, Sederek sedulur semua yang kami cintai dimana pun kalian saat ini berada. Semakin bertambah usia tentunya harus semakin Bijaksana. Bisa memilah dan memilih mana yang pantas mana yang tidak pantas untuk dilakukan. Melalui tulisan sederhana ini mari kita resapi kisah cerita ” TIGA PINTU JALAN KEBIJAKSANAAN “.
Adalah seorang Pejabat Negara, mempunyai anak yang pemberani, terampil dan pintar. Untuk menyempurnakan pengetahuannya, ia mengirimnya kepada seorang Guru Bijaksana.
” Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku “. Sang Anak Pejabat meminta.
” Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu di atas pasir “, ujar Sang Guru Bijak.
” Saya akan berikan petunjuk padamu, akan aku tunjukan kepadamu 3 pintu Jalan Hidup, engkau akan menemui 3 pintu itu.
Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu dengan saksama dan kemudian ikuti kata hatimu “.
Sekarang pergilah Sang Guru Bijak menghilang dan Pemuda Anak Pejabat itu melanjutkan perjalanannya. Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di atasnya tertulis kata :
” UBAHLAH DUNIA “.
” Ini memang yang kuinginkan “, pikir Sang Anak Pejabat.Karena di dunia ini ada hal-hal yang aku sukai dan ada pula hal-hal yang tak kusukai. Aku akan mengubahnya agar sesuai keinginanku.
Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang pertama, yaitu mengubah dunia. Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. Ia mendapatkan banyak kesenangan dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi sebagian lainnya menentangnya.
Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari, ia bertemu dengan Sang Guru Bijak kembali.
” Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu..? ” Tanya sang Guru Bijak..,
” Aku belajar bagaimana membedakan apa yang dapat kulakukan dengan kekuatanku danapa yang di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak tergantung padaku “,jawab Anak Pejabat.
“Bagus..!!, Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. Lupakan apa yang diluar kekuatanmu, apa yang engkau tak sanggup mengubahnya “, dan Sang Guru Bijak itu menghilang kembali.
Tak lama kemudian, Sang Anak Pejabat tiba di Pintu kedua yang bertuliskan
” UBAHLAH SESAMAMU “.
” Ini memang keinginanku ” pikirnya.
” Orang-orang di sekitarku adalah sumber kesenangan, kebahagiaan, tetapi mereka juga yang mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi “.
Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah karakter mereka dan menghilangkan kelemahan mereka.
Ini menjadi pertarungannya yang kedua. Tahun-tahun berlalu, suatu ketika kembali ia bertemu dengan Sang Guru Bijak.
” Kini apa yang engkau pelajari…? “.
” Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa untuk saya ubah “.
” Itu bagus ” ujar Sang Guru Bijak.
” Ya… ” lanjut Sang Anak Pejabat,
” Tapi saya mulai lelah untuk bertarung melawan dunia, melawan setiap orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada akhir dari semuai ini Guru…?
Kapan saya bisa tenang…?
Saya ingin berhenti bertarung, saya ingin menyerah, saya ingin meninggalkan semua ini..! “
” Itu adalah pelajaranmu berikutnya “, ujar Sang Guru Bijak. Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh. “
Dan kemudian Sang Guru Bijak ia pun menghilang kembali.
Waktu pun berlaku, di lain kesempatan Sang Anak Pejabat itu kembali bertemu dengan gurunya Sang Guru Bijak. Gurunya itu bertanya,
” Apa yang telah engkau pelajari kali ini…? “
” Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan kesempatan agar hal-hal tersebut dapat muncul. Sebenarnya di dalam dirikulah segala hal tersebut berakar. “
” Engkau benar.. ” Kata Sang Guru Bijak.
” Apa yang mereka bangkitkan dari dirimu, sebenarnyamereka mengenalkan engkau pada dirimu sendiri. Bersyukurlah pada mereka yang telah membuatmu senang dan bahagia dan bersyukur pula pada mereka yang menyebabkan derita dan frustrasi. Karena melalui mereka lah, Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh “.
Kemudian kembali Sang Guru Bijak pun menghilang.
Kini Sang Anak Pejabat itu sampai kepada pintu yang ketiga, Di pintu ke tiga ini ia menemukan tulisan :
” UBAHLAH DIRIMU “.
“Jika memang diriku sendiri ini lah sumber dari segala problemaku, disanalah aku harus mengubahnya. ”
Ia berkata pada dirinya sendiri. Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, melawan ketidak sempurnaannya, menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai dengan gambaran ideal. Setelah beberapa tahun berusaha, dimana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi gagal dan ada hambatan, Sang Anak Pejabat bertemu lagi Sang Guru Bijak gurunya kembali.
Kembali Sang Guru Bijak bertanya kepada muridnya itu :
” Apa yang telah engkau pelajari sekarang..? “
” Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat dunia melainkan melihat dirinya sendiri di dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia pun menjadi tempat yang menyenangkan. Ketika jiwaku muram, maka dunia pun kelihatannya muram. Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. Ia ADA.., itu saja. Bukanlah dunia yang membuatku terganggu, melainkan ide yang aku lihat mengenainya. Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, menerima seutuhnya, tanpa syarat.
” Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan “, ujar Sang Guru Bijak.
” Sekarang engkau berdamai dengan dirimu, sesamamu dan dunia “, Sang Guru Bijak pun menghilang kembali.
Sang Anak Pejabat itu merasakan aliran yang menyejukkan dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai. (ObieGoes)